
Magelang, 4 Juni 2025 – Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI (LLDIKTI 6) kembali mendorong Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jawa Tengah agar semakin bermutu, relevan, dan berdampak di tengah era komunikasi global yang dinamis. Dalam rangka itu, LLDIKTI 6 menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penyamaan Persepsi Kampus Berdampak” yang dihelat belum lama ini bertempat di Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), dengan melibatkan 12 pimpinan PTS dari wilayah Magelang dan sekitarnya.
Acara ini menjadi momentum penting bagi LLDIKTI 6 untuk menyampaikan arah kebijakan dan mendengarkan langsung tantangan di lapangan. Plt Kepala LLDIKTI 6, Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, menegaskan bahwa kerja sama akademik tidak cukup hanya sampai pada penandatanganan nota kesepahaman (MoU), namun harus ditindaklanjuti menjadi aksi nyata.
“Jangan sleeping MoU! Harus ada luaran nyata dari kerja sama. Baik itu riset kolaboratif, publikasi bersama, program pengabdian, atau hilirisasi hasil riset. PTS tidak boleh hanya jago seremoni, tetapi harus membuktikan eksistensinya melalui dampak yang terukur,” tegas Prof. Harun.
Menjawab Tantangan, Menyongsong Transformasi
Kepala Bagian Umum LLDIKTI 6, Adhrial Refaddin, memaparkan kondisi faktual PTS di Jawa Tengah. Ia menyoroti rendahnya produktivitas riset, kurangnya jumlah dosen bergelar doktor, serta belum optimalnya data SINTA dan PDDIKTI di sejumlah institusi. Menurutnya, hanya sekitar 4 PTS di Jateng yang secara konsisten mencatat lebih dari 20 publikasi per dosen per tahun. Bahkan, sebanyak 50 PTS belum memiliki akun SINTA aktif.
“Publikasi berdampak kini menjadi indikator kinerja utama. Kita tidak bisa lagi menunda. Harus mulai merawat reputasi SINTA dan membangun riset yang punya arah,” ujar Adhrial.
Resonansi Suara Kampus: Harapan dan Kekhawatiran
Sesi diskusi berlangsung dinamis, dengan sejumlah perwakilan kampus menyampaikan kendala dan harapan. Perwakilan dari STIKES Kabupaten Magelang, misalnya, menyampaikan tantangannya dalam menjajaki kerja sama internasional dengan kampus luar negeri berbasis by research. “Kami ingin membuka program kolaboratif, tapi kami belum punya prodi sejenis. Kami juga butuh panduan soal skema kerja sama agar tidak hanya formalitas.” ungkap perwakilan STIKES.
Sementara itu, perwakilan dari Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) menyoroti perbedaan regulasi antara Kementerian Agama dan Kemendikbudristek yang kerap menyulitkan dosen dalam proses sertifikasi dan pengangkatan jabatan fungsional. “Kami mengalami keterlambatan pencairan tunjangan karena SK dosen dikeluarkan oleh Kemenag, sementara sistem pembayaran diatur oleh Kemendikbud. Koordinasi ini perlu disinergikan,” ujarnya.


Menanggapi berbagai masukan, Prof. Harun menegaskan bahwa transformasi kampus harus dimulai dari perubahan cara pandang: dari administratif menuju kebermanfaatan nyata. Ia mendorong PTS untuk membuka peluang kolaborasi lintas negara, memperkuat kapasitas dosen, dan mengembangkan program-program berbasis dampak.
“Kampus berdampak bukan hanya tentang seberapa banyak program studi, tapi seberapa besar pengaruhnya terhadap masyarakat, industri, dan dunia. Reputasi dibangun dari relevansi dan konsistensi,” jelas Prof. Harun.
LLDIKTI 6 menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi dan memfasilitasi transformasi PTS agar menjadi institusi yang unggul, adaptif, dan berdaya saing global. FGD ini menjadi bagian dari rangkaian inisiatif untuk memastikan bahwa kebijakan Kampus Berdampak tidak hanya menjadi jargon, tetapi diwujudkan dalam aksi nyata yang menghasilkan perubahan positif di lingkungan kampus dan masyarakat luas.
(Humas LLDIKTI6)

